PELAKSANAAN PILEG 2009 DINILAI AMBURADUL

04-05-2009 / KOMISI II
Mayoritas anggota Komisi II DPR RI menilai pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 sangat amburadul. Persoalan utama dari masalah ini adalah persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat sehingga mengakibatkan banyak warga negara yang kehilangan hak pilihnya. Demikian dikatakan beberapa anggota Komisi II diantaranya Rustam Tamburaka (F-PG) dan Yasonna H. Laoly (F-PDIP) saat Raker dan RDP dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Senin (4/5) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II H. Eka Santosa (F-PDIP). Berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang dikeluarkan Depdagri, jumlah pemilih sebesar 154 juta, sedang laporan dari KPU sebesar 171 juta pemilih. Selisih 17 juta ini yang menurut Rustam merupakan sumber terlaksananya penggelembungan suara. Bahkan Rustam mengatakan, seumur-umur baru kali ini dia melihat pelaksanaan pemilu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Rustam mengusulkan, kalau DPT ini tidak diperbaiki ia menyarankan lebih baik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditunda saja. Jangan sampai hal ini dijadikan alasan oleh KPU pada saat pelaksanaan Pilpres yang akan datang, karena waktunya terlalu singkat untuk memperbaiki DPT, maka hal-hal yang terjadi pada Pileg yang lalu akan terulang kembali. Senada dengan itu, anggota dari F-PDIP Yasonna H. Laoly mengatakan, hampir semua tahapan pemilu legislasi berlangsung buruk. Bahkan, kata Laoly, beberapa bagian berindikasi merusak karakter pokok dari proses demokrasi itu sendiri. Mulai dari manajemen perencanaannya buruk dan tidak konsisten bahkan KPU mengeluarkan peraturan-peraturan surat edaran yang cenderung bertentangan dengan UU. “Kesemuanya ini menurut hemat saya menunjukkan KPU tidak capable dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,” ujarnya. Laoly juga menyesalkan tindakan saling lempar tanggung jawab antara Pemerintah dengan KPU soal amburadulnya DPT Pemilu Legislatif. Menurutnya, baik KPU maupun Pemerintah harus sama-sama bertanggung jawab soal DPT yang menghilangkan puluhan juta hak pilih warga negara. DP 4 yang diserahkan oleh Pemerintah kepada KPU syarat banyak masalah. Sementara DPT yang dikeluarkan sesudah Perpu pun syarat dengan perubahan-perubahan yang sangat tidak konsisten dan tidak masuk akal. Laoly juga berpendapat, penerbitan Perpu yang sangat mepet waktunya dalam perubahan rekapitulasi akhir untuk DPT membuat semua menjadi amburadul dan pada tingkat daerah menimbulkan kekacauan. Dia mencontohkan, dengan rekapitulasi akibat dari Perpu ada caleg-caleg yang sebelumnya terdaftar di DPT dan sudah mendapat surat daftar pemilih dan setelah keluar DPT terakhir yang diserahkan H-2 caleg yang bersangkutan tidak ada lagi dalam daftar itu bersama keluarganya. Hal serupa terjadi juga di Gunung Sitoli Sumatera Utara, daerah pemilihannya, masyarakat Tionghoa sampai harus berdemonstrasi setelah tahu saat hari pencontrengan tidak terdaftar dalam DPT, padahal sebelumnya mereka itu terdaftar. Hal ini tentunya membuat kecurigaan-kecurigaan, dan siapa yang harus bertanggung jawab soal ini, kalau Pemerintah melempar bahwa itu tanggung jawab KPU,” kata Laoly. Dalam hal ini, menurut Laoly, pembagian tanggung jawab harus jelas tidak dilempar sana sini. Untuk itu, dia berharap DPT untuk Pilpres yang akan datang harus benar-benar valid. Pemerintah dan KPU harus bekerja bersama-sama untuk menjamin agar DPT ini tidak kembali menghilangkan jutaan hak pilih warga negara. Kecurangan Suara Selain DPT, hal yang menjadi sorotan anggota Komisi II DPR adalah masalah terjadinya kecurangan suara. Seperti dikemukakan Mustokoweni Murdi (F-PG), Tumbu Saraswati (F-PDIP) dan H. Djuhad Mahdja (F-PPP), kasus pencurian suara di PPK dan PPS ini terjadi baik antar caleg di satu partai maupun antar partai. Namun ketika dilaporkan terjadinya kecurangan, hal ini tidak pernah ditanggpai oleh Panwaslu di daerah. Begitu juga ketika dilaporkan ke polisi, aparat kepolisian mengatakan bahwa persoalan politik harus diselesaikan secara politis. Padahal, kata Djuhad, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi seperti adanya money politik, pencurian suara dan kasus-kasus pidana lainnya. “Saya sangat menyesalkan Panwaslu dan Kepolisian tidak menanggapi dengan baik,” katanya. Terhadap masalah DPT, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto mengatakan, akurasi data kependudukan yang diserahkan kepada KPU/KPUD sebagai dasar untuk menetapkan DPS/DPT dapat dipertanggungjawabkan. Karena menurutnya, data tersebut penyusunannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang kegiatannya dilakukan melalui koordinasi, sosialisasi serta konsolidasi antara Depdagri dengan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut juga dibuktikan dengan banyaknya proses pemilihan gubernur dan bupati/walikota yang menggunakan DP4 yang disediakan Pemerintah dan Pemda Kabupaten/Kota sebagai dasar data pemilih dan tidak mendapatkan masalah terkait dengan DPS dan DPT yang digunakan. Sementara menanggapi masalah kecurangan suara, Ketua KPU Hafiz Anshary mengatakan, sejauh ini persoalan kecurangan dan jual beli suara pada penghitungan suara di tingkat TPS dan rekapitulasi suara di tingkat PPK memang menjadi opini yang banyak disampaikan berbagai pihak. Untuk itu, perlu pembuktian atas kecurangan yang telah dilakukan. Karena persoalan kecurangan dan jual beli suara pada dasarnya menyangkut ranah hukum, maka semua kecurangan tersebut harus diselesaikan sesuai prosedur hukum sehingga tidak menimbulkan interpretasi negatif di kalangan masyarakat yang mengarah kepada delegitimasi pemilu. Secara resmi, kata Hafiz, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten.Kota belum memberikan laporan tertulis mengenai kecurangan dan jual beli suara, sehingga KPU belum memiliki data tentang kecurangan-kecurangan dan jual beli tersebut. Dalam hal ini, KPU sudah membentuk Tim Pencari Fakta untuk mendata dan meneliti tuduhan adanya kecurangan-kecurangan tersebut. KPU juga memerintahkan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk membentuk tim yang sama dan rata-rata tim-tim tersebut sudah bekerja. Diharapkan dalam waktu yang tidak lama lagi KPU mendapatkan laporan dari masing-masing daerah untuk ditindaklanjuti,” kata Hafiz. (tt)
BERITA TERKAIT
Edi Oloan Dorong ATR/BPN Tingkatkan Respons Terhadap Sengketa Tanah
31-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Komisi II Minta Kementerian ATR Segera Selesaikan Masalah Sertifikat dan Konflik Agraria
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron...
Ketua Komisi II Minta Transparansi Sertifikat Pagar Laut Tangerang
30-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima informasi bahwa Kejaksaan Agung mulai...
LEMTARI dan MKMTI Laporkan Mafia Tanah, Komisi II Minta ATR/BPN Segera Bertindak
23-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendengarkan pengaduan masyarakat terkait permasalahan pertanahan dari...